Part 3: Diners of Omaha - Shirley's Diner
Shirley's Diner
Diner pertama yang saya datangi, atas anjuran suami saya, adalah Shirley's Diner. Letaknya di sebuah strip mall atau plaza di kawasan Millard di Omaha, yang pada masa jayanya di tahun 90an adalah kawasan paling baru dan 'wah'. Sekarang, seiring pertumbuhan kota tersebut yang terus melebar ke barat, Millard menjadi sebuah kawasan yang sangat biasa saja cenderung ditinggalkan. Termasuk plaza tempat diner ini berada.
Tampak mukanya pun sangat biasa saja, saya hampir nggak ngeh kalau di situ ada restoran. Kalau saya dikasih tahu tempat ini adalah kantor pemasok alat tulis kantor juga saya bakal percaya aja. Sampai ketika buka pintu dan ada tulisan EAT di atas sebuah panah yang mengarahkan kami untuk terus masuk ke dalam. Seorang pelayan berpakaian kasual menyapa kami dengan sangat ramah dan mempersilakan kami duduk. Saat itu pukul 11 siang, restoran belum masih kosong sehingga kami bisa leluasa memilih tempat duduk.
Setiap booth di Shirley's ternyata ada temanya, dan saya memilih yang berhiaskan memorabilia dan foto-foto Elvis Presley. Di booth lain ada yang berhiaskan foto-foto artis legendaris Amerika lainnya seperti Marilyn Monroe dll.
Add caption |
Setelah membaca menu, kami langsung tancap gas memesan makanan: saya memesan Chicken Fried Steak with Egg (karena ceritanya dalam rangka sarapan kami kesini) dan Suami saya memesan The #1 yang terdiri dari hashbrown, pilihan bacon/sosis/patty daging, telur, dan roti panggang. Oh ya, pesanan saya ternyata juga sepaket dengan roti, yang bisa diganti dengan dollar cakes atau pancakes. Selagi kami menunggu makanan kami datang, pengunjung lain mulai berdatangan dan tak lama kemudian semua meja penuh terisi dalam hitungan menit!
Tak lama kemudian, makanan kami dihidangkan dan saya pun terkesima dengan porsinya. Dengan ayam goreng tepung khas Amrik bagian selatan saya, yang sering juga disebut 'chicken maryland', ikut serta juga telur goreng, hash brown serta setumpuk pancake berukuran raksasa. Walaupun dibubuhi saus gravy putih yang dituangkan tanpa ampun ke atasnya, kulit tepungnya masih renyah dan saya merasakan sedikit rasa seperti minyak kelapa, yang usut punya usut adalah tanda dipakainya lard, yang memang jamak digunakan dalam proses menggoreng di dapur Amerika klasik.
Pancakenya? aduhai mungkin ini pancake terenak yang saya makan. Padahal cuma pakai mentega dan maple syrup, seperti seharusnya. Kayaknya saya nggak nolak kalau seumur hidup cuma dikasih pancake ini buat sarapan. Makanan suami saya cukup sederhana, tapi lagi-lagi porsinya nggak santai. Telur, hash brown, dan roti toast berjejalan di piringnya. Perut asia saya yang mungil ini pun menyerah setelah baru makanan setengah tersantap, dan kami memutuskan untuk membawa sisa makanan kami pulang. Yang menakjubkan, setelah berjam-jam di kulkas, ayam ini masih lezat dan tidak tentunya cukup buat saya makan malam. :)
Satu hal yang saya bawa pulang dari diner ini adalah betapa hangatnya dan cekatannya para pelayan dan juga pemiliknya. Mereka bisa sigap menjawab pertanyaan pelanggan tapi juga sabar membiarkan mereka memutuskan, berbasa-basi dengan tulus, dan menanyakan 'bagaimana makanannnya?' setelah kita selesai menyantap hidangan. Selain itu juga kebiasaan menarik Orang Amerika setelah selesai makan di sebuah restoran, terutama diner; ketika kita menyatakan tidak mau pesan pencuci mulut atau makanan lain, tak lama si pelayan akan memberikan check atau bon di meja kita. Ini bukan gestur supaya Anda cepat-cepat pergi loh; Anda masih bisa berubah pikiran dan pesan lagi kalau mau, dan mereka tidak akan keberatan sedikitpun. Kalau tidak mau pesan lagi, kita bisa langsung meninggalkan uang pas plus tip, atau membiarkan pelayan menjemputnya dan memberikan kita kembaliannya (jika ada).
Chicken Fried Steak with Hashbrown, Egg & Pancakes |
Comments
Post a Comment