A Jakarta Girl's Midwest Adventure Part 1: Culture Shock!



Setelah berurai air mata berumit-rumit mengurus visa kunjungan ke Amerika Serikat, saya dan suami akhirnya berangkat ke negara tersebut awal Mei 2015 lalu. Alasan kepergian kami tidak lain hanya sekedar mengunjungi keluarga suami saya di Omaha, Nebraska. Dimana tuh Omaha? Kebanyakan teman saya bertanya dua tiga kali dimanakah gerangan itu, dan saya pun harus sedikit bercerita sedikit, dan bukan, bukan Oklahoma, apalagi Okinawa.

Omaha adalah kota terbesar di Nebraska, salah satu dari 12 negara bagian AS yang sering dikategorikan sebagai  Midwestern States, atau lebih sering disebut Midwest. Di film dan acara-acara TV, daerah ini mewakili gambaran stereotipikal jalanan lurus tak berlubang membelah berkilo-kilo meter ladang dan rerumputan hijau, dengan sapi-sapi montok dan kuda-kuda cantik yang asik memamah biak, lalu silo berjejer di samping sebuah farmhouse dan lumbung gandum berwarna merah dengan latar belakang langit biru luas terbuka. Pokoknya seperti yang banyak kita lihat di bungkus susu dan mentega deh.



(Maaf foto-foto dibawah kurang representatif, maklum motonya dari dalam mobil, sambil sedikit-sedikit lihat speedometer karena kami berdua parno takut ditilang karena ngebut. Tapi biar begitu #nofilter loh hehe)






Seumur hidup tinggal di Ibukota,  kesunyian, keberjarakan antara satu rumah dan lainnya, jalanan terbuka, menjadi sesuatu yang teramat langka. Walau baru pertama menginjakkan kaki di negara ini, saya juga paham tidak semua bagian Amerika seperti ini. Berada tepat di tengah-tengah, saya juga menjadi sadar betulbetapa masifnya negara ini. Nebraska hanya berada di peringkat ke-16 di daftar negara bagian dengan luas area terbesar di Amerika, tapi ya amplop semua-semua besarnyaaaaa. Dari ujung Nebraska yang satu ke ujung lainnya, diperlukan waktu 8 jam berkendara tanpa belok-belok. Jaraknya? Sekitar 670 km alias jarak Jakarta - Surabaya. Andaikann perjalanan ke Surabaya jalanannya seluebar di sono.. *ngimpi*

Selama di Amerika, kami tinggal di rumah nenek suami saya, Grandma O'Reilly (yang akan saya sebut Oma untuk mempersingkat), di Ralston, sebuah 'kota kecil' di dalam kota Omaha yang merupakan salah satu neighborhood yang paling tua di kota yang tergolong muda ini. Alhasil, walau tidak semua, kebanyakan warga Ralston sudah berusia lanjut, rumah-rumahnya pun tergolong unik dan dan beraneka ragam.

Rumah Biru Oma O'Reilly 

Di rumah Oma O'Reilly saya diajak larut dalam keseharian warga Ralston; Memperhatikan rombongan anak-anak sekolah berjalan ke dan pulang sekolah, para pensiunan asik bertanam dan memangkas rumput selurus dan serapi mungkin, sesekali kami berjalan kaki ke rumah mertua saya dan paman suami saya yang berjarak tak lebih dari 1 km untuk sekedar bertegur sapa. Kami pun diberi PR untuk membersihkan pekarangan, merapikan kebun kecil-nya, mengeluarkan dan memilah sampah untuk di daur ulang, belanja, memperbaiki talang air yang mampat, dan yang paling penting, memasak!

Merapihkan kebun sayur yang lama terbengkalai

Halaman belakang

Masih halaman belakang


Seumur hidup nebeng dapur orang tua saya, saya menemukan dapur Oma O'Reilly sebagai dapur impian saya. Sederhana, (untuk ukuran Amerika sana, yang berarti minimal dilengkapi sebuah kompor 4 tungku dengan oven, sebuah microwave, dan sebuah coffee maker) berukuran tidak terlalu besar, tapi semua lemarinya dijejali bahan makanan; bumbu-bumbu, biji-bijian, bermacam beras, tepung, makanan kaleng, hingga bermacam loyang, dan peralatan membuat kue.  Belum lagi 3 buah kulkasnya yang dipenuhi bermacam minuman, buah-buahan, hingga makanan jadi sampai Kakak ipar saya bersoloroh, "When apocalypse come, you want to be stuck at Grandma's". Karena walaupun sudah menginjak umur 85 tahun dan cuma tinggal sendiri, Oma masih rajin masak macam-macam. Dari makanan utama hingga macam-macam kue. Kalau tidak habis bagaimana? saya tanya. Ya paling saya telpon cucu saya satu-satu, pasti ada satu dua yang mau menjemput makanan gratis, jawabnya santai. hehe 

Namun, favorit saya adalah sebuah jendela di atas wastafel yang menghadap ke taman belakang, di mana kita bisa melihat tupai berkejaran, kelinci, burung jenis Cardinal (berwarna merah terang) & Bluejay (berwarna biru tua), dan kalau beruntung, seekor woodchuck yang (kami curigai) tinggal di bawah gudang perlengkapan berkebun, dan Bella, kucing Oma yang kegirangan mengejar-ngejar semua hewan yang saya sebut tadi. Saking seringnya saya nonton pemandangan ini sambil cuci piring, Oma (dengan keliru) mengira saya rajin bersih-bersih.  

Di halaman belakang, sebuah area berukuran cukup besar didedikasikan untuk bersantai, makan bersama dan merayakan segala momen penting. Tak terhitung berapa ulang tahun, 4th of July, Thanksgiving, natal, St. Patrick's Day keluarga besar O'Reilly yang dirayakan di rumah Oma & (alm.) Opa O'Reilly selama lebih dari 50 tahun, dan hampir selalu (terutama jika cuaca mendukung) mereka rayakan di teras belakang rumah yang sangat mendukung ini. 


The Nostalgic Back Porch 
Selama itu pula, Oma O'Reilly-lah yang menyiapkan segala hidangannya, dari hidangan utama sampai makanan penutup yang biasanya cukup sederhana tapi sangat-sangat ngangeni (menurut pengakuan cucunya) seperti roast beef, mashed potatoes, chili, dan Pies!! Saya akan cerita lebih lanjut tentang balada per-pie-an di posting berikutnya yah! 

Hari kedua kedatangan kami, Oma tancap gas dan langsung mengundang keluarga besar O'Reilly untuk santap siang bersama. Menunya? Hamburger & Hotdogs. Menu yang sangat biasa saja kalau tidak mengingat Nebraska (juga beberapa negara bagian lain di kawasan Midwest) adalah penghasil daging sapi terbaik dan terbesar di Amerika Serikat Dengan 93 persen lahannya didedikasikan untuk beternak sapi. Sejak tahun 50an Omaha dengan 'Omaha Steak'-nya telah mengirimkan potongan daging terbaiknya ke seantero AS dan bahkan dunia. Saya pun sudah merasakan sendiri, dan tidak berlebihan kalau saya katakan daging di daerah ini adalah terbaik yang pernah saya makan walaupun sama sekali bukan yang termahal. Tidak perlu ke restoran mahal untuk merasakan steak yang bombastis rasanya. Hampir selalu saya dan suami memilih membeli daging dari supermarket atau toko daging lokal, dan memasaknya sendiri.

Siang itu, untuk sekitar 20 orang Oma menyiapkan sekitar 6 kilo daging giling yang dibelinya dari toko daging langganannya untuk dijadikan beef patties sesaat sebelum dibakar, serta sekitar 5 kilo bratwurst atau sosis berukuran jumbo untuk hotdog. Dua puluh orang tadi itu hampir setengahnya terdiri dari keluarga Paman Dan, yang punya 7 anak laki-laki dan yang separuhnya sudah mulai berkeluarga.  Sekarang masuk akal sudah, kenapa Oma kulkasnya sampai tiga.  

Daging giling (tanpa campuran) dibentuk menjadi burger patty berukuran sekitar 300gram



Flippin Patties 



Bapak mertua saya didaulat Oma menjadi grill master siang itu

Sekian dulu perjumpaan kita, pemirsa. Nantikan bagian kedua dari petualangan saya di negeri sapi montok ya! 

Comments

Popular Posts